HARI AIR SEDUNIA

PBB menyerukan persatuan global dalam mengejar akses air yang lebih baik untuk semua


Saat bahaya perubahan iklim semakin mengancam planet, masyarakat internasional harus bersatu dalam “semangat kerjasama yang mendesak” guna mengatasi berbagai tantangan yang berhubungan dengan air yang dihadapi umat manusia, Sekretaris-Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan pada hari Minggu (22/3).

Dalam pesannya menandai Hari Air Sedunia 2015, yang diamati setiap tahunnya pada tanggal 22 Maret, Sekretaris-Jenderal mengingatkan bahwa akses ke air minum yang aman dan sanitasi merupakan salah satu “masalah yang paling mendesak” yang mempengaruhi populasi di seluruh dunia.
“Terjadinya perubahan iklim, meningkatnya permintaan sumber daya air yang terbatas dari pertanian, perindustrian dan kota-kota, serta meningkatkan polusi di berbagai daerah telah mempercepat krisis air yang hanya dapat ditangani oleh lintas sektoral, perencanaan holistik dan kebijakan – internasional, regional dan global,” Ban menegaskan.
Meskipun adanya kemajuan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), sekitar 750 juta orang, atau lebih dari 1 dari 10 penduduk dunia, masih tetap tidak memiliki akses terhadap pasokan air yang lebih baik, PBB melaporkan.
Ban menambahkan bahwa perempuan dan anak-anak adalah mereka yang sangat terpengaruh, mengorbankan kesehatan mereka secara menyeluruh, dan mengekspos mereka ke berbagai bahaya selama “usaha yang tidak produktif dan kadang-kadang berbahaya dalam mengumpulkan air.”
Selain itu, statistik pada sanitasi tetap “kurang menggembirakan” karena sekitar 2,5 miliar orang di seluruh dunia masih hidup tanpa sanitasi yang memadai, sementara satu miliar orang masih menerapkan buang air besar di tempat terbuka.
Dalam pesannya, Sekretaris-Jenderal juga mengingatkan bahwa keuntungan yang telah dicapai oleh masyarakat internasional dalam menuju masa depan yang berkelanjutan “terancam” oleh perubahan iklim – sebuah ancaman dimana Negara-negara Anggota telah mempersiapkan diri untuk mengatasinya secara langsung pada bulan Desember, ketika mereka akan berkumpul di Paris untuk menyusun suatu “suatu kesepakatan yang bermakna, dan bersifat universal.”
“Demi mengatasi berbagai tantangan yang berkaitan dengan air, kita harus bekerja dengan semangat kerja sama yang mendesak, terbuka untuk berbagai ide dan inovasi yang baru, dan siap untuk berbagi solusi yang kita semua butuhkan untuk masa depan yang berkelanjutan,” Ban menyatakan. “Bila kita melakukannya, kita dapat mengakhiri kemiskinan, mempromosikan kemakmuran global dan kesejahteraan, melindungi lingkungan, dan dapat bertahan terhadap ancaman dari perubahan iklim.”
Kesulitan yang dihadapi oleh situasi air dunia semakin diperkuat oleh laporan Pembangunan Air Sedunia 2015 PBB, yang diluncurkan oleh badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO), dan tepat waktu untuk Hari Air Sedunia pada hari Minggu (22/3).
Menurut laporan, planet ini akan menghadapi kekurangan sebesar 40 persen dalam pasokan air pada tahun 2030, jika masyarakat internasional secara “dramatis” tidak meningkatkan manajemen pasokan air. Permintaan air diperkirakan akan meroket hingga 55 persen pada tahun 2050, sementara 20 persen dari air tanah global telah dieksploitasi secara berlebihan.
Sebagai hasilnya, laporan telah mendesak masyarakat internasional untuk mengabdikan tujuan pembangunan berkelanjutan seluruhnya untuk air itu sendiri – dari isu-isu tata kelola air dan kualitas pengelolaan air limbah, hingga ke pencegahan terhadap bencana alam.
Sanjay Wijesekera, kepala global Air, Sanitasi, dan program Kebersihan Dana Anak-anak PBB (UNICEF), juga memperingatkan tentang perbedaan yang berbahaya dalam akses ke air di seluruh dunia, dan mengatakan bahwa meskipun “kemajuan luar biasa dalam menghadapi rintangan yang luar biasa yang ada,” namun masih banyak yang harus dilakukan.
“Air adalah inti dari kehidupan, dan namun tiga perempat dari satu miliar orang – sebagian besar masyarakat miskin dan terpinggirkan – saat ini masih dirampas akan hak asasi manusia paling mendasarnya,” kata Wijesekera dalam sebuah rilis berita.
Rata-rata, hampir 1.000 anak meninggal setiap harinya akibat penyakit diare yang terkait dengan air minum yang tidak aman, sanitasi yang buruk, atau kebersihan yang buruk. Selain itu, di tiga negara – Republik Demokratik Kongo, Mozambik, dan Papua New Guinea – lebih dari setengah populasi memiliki pasokan air minum yang baik.
Dalam sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya meningkatkan kualitas air dan akses, UNICEF telah meluncurkan sebuah kampanye media sosial dengan tagar #wateris, rilis berita UNICEF menambahkan.
Juga menandai dalam Hari, Pelapor Khusus tentang hak asasi manusia untuk air dan sanitasi, Léo Heller, menyerukan agar agenda pembangunan pasca-2015 PBB dapat meningkatkan insentif bagi pemerintah, para penyedia dan donor untuk memperluas jangkauannya kepada masyarakat yang masih berjuang dengan akses kepada air.
“Kita perlu memliki tujuan tingkat kemajuan yang lebih tinggi bagi kelompok yang kurang beruntung, jika tidak, kita tidak akan mencapai akses untuk semua di masa mendatang,” kata Heller. “Dunia akan melihat pencapaian yang nyata dan ‘tidak meninggalkan siapapun’ hanya jika berbagai upaya agenda pasca-2015 tercapai dan memberikan dampak terhadap kehidupan kelompok yang paling dirugikan.”

No comments:

Post a Comment